Thursday, December 10, 2015

PENDIDIKAN VOKASIONAL SEBAGAI INVESTASI MASA DEPAN ke 3

Pendidikan Vokasional Berbasis Investasi
 















Gambar.1.Pendidikan Vokasional berbasis Investasi
Catatan :      
1.      Untuk semua Prodi yang dirancang hanya kurikulum Inti.
2.      Untuk masing-masing Prodi, ditambah  kurikulum spesifik dengan muatan kompetensi dan ketrampilan khusus.
3.      Isi  kurikulum memberi ruang bagi pengembangan  kearifan lokal & kompetensi global.
4.      Data base kompetensi dan kebutuhan tenaga kerja lokal dan global sebagai instrument untuk prediksi/proyeksi  pengembangan  infrastruktur, sarpras, SDM, dan penyesuaian kurikulum  SMK. Dan selalu dapat di up date setiap saat


Implementasi Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

 




                                                      

















Gambar.2.   Implementasi pengembangan SMK berbasis Investasi

Keterangan :

  1. Legal formal  dari Pemerintah untuk sinergi tiga pilar ,yaitu : (1) dunia pendidikan  (SMK),(2) dunia usaha & industri (DUDI), (3) Pemerintah
  2. Pendidikan dengan kurikulum berbasis kompetensi dan  fleksibel serta mengakomodasi kompetensi lokal yang memiliki prospek untuk dikembangkan industri ekonomi produktip
  3. Pendidikan Vokasional (SMK) dibagi dalam dua jalur , yaitu : (a) Jalur 3 tahun bagi mereka yang ingin melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi  dan mengikuti UAN (Ujian Akhir Nasional), tidak perlu mengikuti uji kompetensi di Training Center, (b) Jalur 2 tahun bagi mereka yang ingin langsung bekerja .Tenaga pengajar dari guru sekolah dan instruktur dari industri (Training Center).Tidak ada UAN  tetapi harus mengikuti pembelajaran dan  uji kompetensi di Training Center. Pembelajaran maksimal selama 2 tahun
  4. Bagi siswa SMK jalur 3 tahun dapat ikut Training Center untuk memenuhi persyaratan  kompetensi industri tempat bekrerja   .
  5. Untuk menunjang kompetnsi lulusan yang standardnya terukur dan sesuai dengan  standard DUDI, Pemerintah harus   mendirikan Training Center bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan program studinya. Yang lokasi dan zonifikasinya diatur sesuai dengan potensi industri dan pengembangen potensi  lokal daerah. Untuk pengakuan sertifikasi secara internasional perlu dilakukan kerjasama dengan institusi / lembaga sertifikasi  internasional
  6. Training Center merupakan salah satu bentuk pelayanan prima dalam pendidikan Sekolah Menengha Kejuruan (SMK), selain itu merupakan implementasi nyata  Learning community














Siklus Operasional Data Base On Line VOKASIONAL/SMK














Gambar.3. Data Base On Line SMK

Kebutuahan informasi dan  lapangan kerja merupakan kebutuhan  sosial maendasar seluruh lapisan masyarakat. Meningkatkan mutu pelayanan bagi masyarakat, dengan memberikan “ sentuhan iptek “ merupakan salah satu  aplikasi dari kesetaraan akses masyarakat ke layanan sosial dasar. Daya guna iptek bagi kehidupan masyarakat antara lain adalah :  (1) dapat menunjang kehidupan dengan efisien, (2) memperpendek suatu proses  “ siklus “yang tumpang tindih, (3) memberikan kualitas lingkungan kehidupan yang nyaman.  Pemanfaatan iptek untuk pelayanan publik (public service)  tidak dibatasi dalam lingkup  setrata tertentu, tetapi harus dapat dimanfaatkan bagi masayarakat seluas-luasnya. (Kusmayanto Kadiman, 2008)          
 Berdasarkan pertimbangan diatas,  pengertian  data base on line  Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), fungsi , manfaat dan maksud penggunaannya  adalah sebagai sebagai berikut :
1.      Ujung tombak dari suatu perencanaan apapun, harus dimulai dengan Data Base yang akurat dan  kualifikasinya dapat dipertanggung jawabkan. Data base  merupakan sebuah perangkat dalam proses perencanaan yang mempunyai daya guna yang sangat tinggi
2.      Proses saling memberikan data dan komunikasi secara on- line antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan jasa perdagangan dan industri (DUDI)  akan merupakan tahap awal dari bersinerginya pendidikan dan dunia kerja.
3.      Data base-on line ini merupakan jejaringan  informasi yang dapat  di akses oleh Pemerintah Pusat, Depdikmas, SMK diseluruh Indonesia dan dapat di update setiap saat,
4.      Data base-on –line ini mempunyai daya guna bagi pemerintah, sektor jasa  industri sebagai demand  tenaga kerja dan  SMK  sebagai supply tenaga kerja
5.      Jejaring data base on-line dapat menayangkan tentang  standrad kompetensi yang dipersyaratkan  oleh  pemakai  tenaga  kerja  lokal  dan  global 
6.      Jejaring  data base on-line merupakan informasi yang sangat dibutuhkan oleh pengambil kebijakan ditingkat daerah dan tingkat pusat , sebagai dasar dalam evaluasi ,memprediksi tenaga kerja,  monitorimg, dan alokasi anggaran dana  dan sarana prarana
7.      Yang paling utama jejaringan data base on-line sebagai media untuk membentuk  image (citra) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).



4. KESIMPULAN                            
     Dari hasil kajian yang telah di paparkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Pendidikan Vokasional (SMK)  bertujuan untuk mengembangkan tenaga kerja yang terampil dan  ” marketable ” , untuk dapat meraih kesempatan kerja dan ” dijual ”  dalam ” pasar tenaga kerja ” baik tingkat lokal maupun global
2.      Paradigma Pendidikan Vokasional (SMK)  harus mulai berubah dari supply minded (orientasi jumlah) menjadi demand minded (kebutuhan) ke dunia kerja yang ber-dimensi lokal dan global.
3.      Pendidikan Vokasional (SMK)  adalah suatu model dalam pendidikan untuk menguasai ketrampilan dasar yang  essensial  dan dapat dikembangkan dalam bentuk pelatihan,  untuk dapat berkompetisi di pasar kerja lokal dan global
4.      Pendidikan Voksional (SMK) diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja secara nasional dan  masyarakat lingkungannya  dan diarahkan untuk memasuki pasar kerja global
5.      Salah satu tolok ukur keberhasilan pendidikan vokasional (SMK)  adalah membentuk dan menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat memberikan peningkatan ekonomi secara nyata.
6.      Keberhasilan Jerman , Jepang , Korea Selatan dan negara lain,  dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan model program pendidikan vokasional dalam sistem pendidikannya,.perlu dipertimbangkan untuk di “ adopsi “ dengan “ modifikasi “ sesuai  dengan kondisi di Indonesia. Untuk efisiensi biaya dapat melakukan kerjasama dengan blue print “  kurikulum dan sistim pengelolaan dari negara tersebut.
7.      Untuk dapat mengalokasikan dana pendidikan vokasional (SMK) secara efisien dan dapat diprediksi nilai investasi yang lebih terukur diperlukan instrumen data base 0n-line tentang kebutuhan tenaga kerja dan kompetensi tenaga kerja lokal dan global . Data base ini akan dapat memprediksi alokasi dana pemerintah dalam pengembangan pendidikan vokasional.  Data base ini dapat di “akses “ oleh Pemerintah Pusat, Depdiknas dan seluruh lembaga pendidikan vokasional / SMK di seluruh Indonesia  Bagi penyelenggara pendidikan vokasional , sebagai tolok ukur kompetensi serta penyesuaian terhadap materi yang diperlukan oleh dunia kerja. (DUDI)
8.      Untuk memberikan “ nilai investasi “ bagi negara, pendidikan vokasional harus direncanakan dan diselenggarakan  berdasarkan ke “ ke -mitraan “  dan hubungan “ sinergi “ yang saling mendapatkan “ keuntungan “ antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha / industri dan Pendidikan Vokasional (SMK) .
9.      Untuk menunjang kompetnsi lulusan yang standardnya terukur dan sesusai dengan  standard DUDI, Pemerintah harus   mendirikan Training Center bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan program studinya. Yang lokasi dan zonifikasinya diatur sesuai dengan potensi industri dan pengembangen potensi  lokal daerah       

REFERENSI

Conny..R. Semiawan dan Soedijarto 1991, Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI, Jakarta : Penerbit P.T. Grasindo.
Darling-Hammond, L. (1996). The right to learn and the advancement of
teaching: research, policy, and practice for democratic education.  
  Educational Researcher, 25, 6:5-17.
Depdiknas.  (2001).  Kep Mendiknas  RI  No.  053/U/2001.  Pedoman
Penyusunan  Standar  Pelayanan  Minimal  Penyelenggaraan
Persekolahan  Bidang  Pendidikan  Dasar  dan  Menengah.  Jakarta:
Depdiknas.                      

Depdiknas.  (2003).  Undang-Undang R.l No  20 Tahun 2003,tentang Pendidikan Naional, Depdiknas, Jakarata

PENDIDIKAN VOKASIONAL SEBAGAI INVESTASI MASA DEPAN ke 2

DISKUSI DAN PEMBAHASAN
a.  Pendidikan Vokasional
Pendidikan di Indonesia landasan hukumnya adalah  : Undang-Undang R.l No  20 Tahun 2003 . Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. dan Pancasila.  Berdasarkan Undang-Undang R.l No : 20 Tahun 2003 . Pasal 4, ayat (1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif  dengan menunjang tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, bilai kultural dan kemajemukan bangsa.  Pasal 13, ayat (1)  Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pasal 14 , Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pasal 15, Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,  vokasi, keagamaan, dan khusus. Pasal 18, ayat (1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar, (2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan, (3) Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK),  dan madrasah aliyah kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sedrajat. 
Secara normatif dan legal formal, sebenarnya antara pendidikan liberal dan pendidikan vokasional disetiap jenjang pendidikan tidak perlu terjadi dikotomi.  Secara jelas pendidikan liberal dan pendidikan vokasional telah diatur dalam undang-undang, bahwa  pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif.  Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal  yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Selanjutnya dinyatakan bahwa pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan/  vokasional.  Bentuk pendidikan   menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan/ vokasional.
Mungkin permasalahan dikotomi  yang muncul adalah berkaitan dengan proporsi,  kewenangan , interes kepentingan , masalah politik , kualitas luaran / SDM , fasilitas pendukung, sarana parasarana, tuntutan kompetensi  dan pengaruh lain diluar masalah  pendidikan.. Adanya kenaikan anggaran pendidikan sebesar 20%  diharapkan dapat  memberikan angin  segar bagi pennyelesaian berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia,  terutama dalam alokasi dana pendidikan menengah dan pendidikan tinggi  secara proporsional antara pendidikan umum dan vokasional . Kebijakan Menteri Pendidikan Nasional Indonesia untuk menaikkan  proporsi alokasi dana pengembangan Pendidikan Vokasional sekitar  70 % dan untuk Pendidikan Umum sekitarr 30 % pada tahun 2014 , diharapkan dapat menunjang berbagi fasilitas penunjang dan peningkatan SDM tenaga guru / dosen   bidang pendidikan vokasional
Kunci utama berkembangnya Jerman dalam  penyelenggaraan penddikan  kejuruan(vokasional) adalah, bahwa pendidikan kejuruan (vokasional) akan berjalan secara efektif dan efisien jika  kerjasama  antara pendidikan dengan , perdagangan , jasa , dunia usaha dan  industri (DUDI) dapat terjamin secara berkelanjutan.  Pendidikan Kejuruan dan Pelatihan (vokasional) di Jerman adalah sebuah Joint Government – Industry  Program, yaitu program pemerintah bersama-sama dengan industri. Pemerintah Federal dan pemilik industri berbagi pembiayaan untuk Sekolah Kejuruan Negeri, dengan perbandingan yang lebih tinggi ditanggung pemerintah sebesar 58 % pada tahun 1991. Hal ini merupakan persyaratan bagi penyelengaraan pendidikan kejuruan. (Sumber : edu BENCHMARKING, 2008) .
Pada kenyataan dilapangan berdasarkan image (citra) masyarakat umum , produk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan produk  “ kelas  dua  “, pada  level pendidikan menengah di Indonesia . Sementara ini yang terjadi di Indonesia  antara dunia  pendidikan , dunia kerja, dunia usaha  dan industri (DUDI)  terlihat berjalan sendiri-sendiri.
Pemerintah sebagai otoritas dari sebuah penyelenggaraan suatu negara  harus dapat mengambil suatu kebijakan secara  legal-formal , memberi ruang untuk suatu mediasi dalam mensinergikan  tiga pilar pembangunan, yaitu : a) Pendidikan, b) Dunia usaha dan industri (DUDI)  c) Pemerintah.
Pendidikan  menengah  kejuruan  memiliki  peran besar  dalam merencana  kan dan menciptakan SDM  tingkat menengah  yang profesional  dan  produktif.  Sebagaimana  yang  dituangkan  dalam Kep Mendiknas  RI  No:  053/U/2001  tentang  Standar  Pelayanan  Minimal (SPM).  Dalam  Lampiran-5  keputusan  ini  dijelaskan  bahwa  tujuan penyelenggaraan  pendidikan  di  Sekolah  Menengah  Kejuruan  (SMK) adalah  untuk meningkatkan  pengetahuan  dan  keterampilan  siswa ,  untuk menyiapkan  mereka  sebagai  tenaga  kerja  tingkat  menengah yang terampil, terdidik, dan profesional, serta mampu  mengembangkan  diri sejalan  dengan perkembangan  ilmu pengetahuan  ,  teknologi dan seni  (ipteks).
Tujuan penting diselenggarakan pendidikan secara luas menurut  Finch and Crunkliton (1979), yaitu : (a) pendidikan untuk hidup, (b) pendidikan untuk mencari penghidupan   Dimensi pendidikan vocational  menurut Finch & Mc Gough (1982), meliputi :
(1)   Dimensi manusia (human), meliputi hubungan manusiawi,_kreativitas, komitment (tanggung jawab), fleksibilitas, dan orientasi jauh kedepan.
(2)   Dimensi tugas (task) meliputi perencanaan, pengembangan, manajemen, dan penilaian.
(3)   Dimensi lingkungan (environment) meliputi sekolah, masyarakat, dan penyediaan tenaga kerja.
Bahwa secara teori Pendidikan Vocational menurut Rupert Evans (1978)  bertujuan untuk :  a) Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja, b) Meningkatkan pilihan pendidikan pendidikan bagi setiap individu dan c)  Mendorong motivasi untuk belajar terus Pendidikan vokasional adalah program pendidikan yang secara langsung dikaitkan dengan penyiapan seseorang untuk suatu pekerjaan tertentu atau untuk persiapan tambahan karier seseorang (United States Congress, 1976)
Wenrich dan Wenrich (1974: 6) menyebutkan bahwa pendidikan vokasi  :  the total process of education aimed at developing the competencies needed to function effectively in an occupation or group of occupations. Makna yang tersirat dalam definisi ini ialah: (1) pengembangan kompetensi, (2) kompetensi yang dibutuhkan, (3) kompetensi yang dikembangkan dapat berfungsi efektif, dan (4) kompetensi yang dikembangkan terkait dengan suatu pekerjaan – atau kelompok pekerjaan. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan yang bersifat khusus (terspesialisasi) dan meliputi semua jenis dan jenjang pekerjaan. Penafsiran yang tidak benar ialah memaknakan pendidikan vokasi sebatas pada pendidikan yang hanya concern pada manual skills. Pendidikan vokasi sesungguhnya concern dengan mental, manual skills, values, dan attitudes (Wenrich dan Wenrich, 1974: 8). Oleh karena itu, di dalam pendidikan vokasi secara implisit terkandung unsur-unsur berpikir (cognitive), berbuat (psychomotor), dan rasa (affective) dalam proporsi yang berbeda mengikuti kebutuhan kompetensi pada jenis dan jenjang pekerjaan yang terkait. Selain itu, konsep ini menunjukkan pula bahwa pendidikan vokasi terdapat pada semua jenjang pendidikan: dasar, menengah, tinggi. Hal ini dapat dipahami bahwa pekerjaan tertentu membutuhkan kualifikasi/kompetensi SDM yang berbeda. Perbedaan kualifikasi/kompetensi ini merujuk adanya jenjang dalam kompetensi.  Paradigma pendidikan harus mulai berubah dari supply minded (orientasi jumlah) menjadi demand minded (kebutuhan) ke dunia kerja. Harus digali, kompetensi apa saja yang dibutuhkan pasar kerja ke depan. (Wardiman Djojonegoro Kompas, 17 Desember 2007) 
Menurut Hadiwaratama (2002: 3-6) dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan hendaknya mengikuti proses: (1) pengalihan ilmu (transfer of knowledge) ataupun penimbaan ilmu (acquisition of knowledge) melalui pembelajaran teori; (2) pencernaan ilmu (digestion of knowledge) melalui tugas-tugas, pekerjaan rumah, dan tutorial; (3) pembuktian ilmu (validation of knowledge) melalui percobaan-percobaan di laboratorium secara empiris atau visual (simulasi atau virtual reality); (4) pengembangan keterampilan (skills development) melalui pekerjaan-pekerjaan nyata di bengkel praktik sekolah , di Training Center atau magang di industri. Dari ke empat tahapan proses tersebut keterampilan merupakan yang paling esensial keberadaannya dalam pendidikan kejuruan.
Karena berbagai keterbatsan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),  pelaksanaan prakerin/ magang industri hanya sebatas portofolio memenuhi standar minimal, tidak terukur standar kompetensinya. 
Keterampilan merupakan yang paling esensial keberadaannya dalam pendidikan kejuruan. Berdasarkan pertimbangna tersebut, sudah selayaknya Pemerintah untuk mendirikan Training Center bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan program studinya. Yang lokasi dan zonifikasinya diatur sesuai dengan potensi industri dan pengembangen potensi  lokal daerah.
Training Center merupakan salah satu bentuk pelayanan prima dalam pendidikan Sekolah Menengha Kejuruan (SMK), selain itu merupakan implementasi nyata  Learning community
Pendidikan vokasional merupakan pendidikan untuk penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang mempunyai nilai ekonomis, sesuai dengan kebutuhan pasar dengan education labor coefficient tinggi . Implikasi bagi pendidikan vokasinal adalah : a)  Magang atau internship yang terprogram harus menjadi bagian dari system pendidikan vokasional, karena banyak ketrampilan teknis, sikap, kebiasaan, dan emosional hanya dapat diperoleh melalui on the job training. b) Dalam on the job training ketrampilan yang dipelajari termasuk yang bersigat general maupun spesifik, c)  Karena general training mempunyai nilai ekenomis yang lebih lama dan menjadi fondasi, maka perlu kuat, d) Spesific training harus selalu di up to date sesuai dengan kebutuhan pasar, e) Training untuk memiliki ketrampilan cara memperoleh dan menggali informasi menjadi penting untuk up dating. Yang perlu diperhatikan dan diceremati kaitan antara  pendidikan dan kesempatan kerja adalah sebagai berikut : a) Pendidikan hanya salah satu dari sumber daya manusia yang mempunyai bilai ekonomis, b) Ada faktor sumber daya manusia lainnya yang juga penting, yaitu : faktor askriptif dan luck., c) Faktor askriptif mencakup latar belakang sosial ekonomi keluarga, IQ, faktor fisik, faktor psikologis lainnya., d) Faktor luck memberikan kontribusi cukup tinggi, yaitu 60 % (Christoper Jenk), tetapi juga diartikan persistent atau adanya peluang, e) Pendidikan menentukan dan keberhasilan pekerjaan pertama, tetapi faktor askriptif lebih menentukan mobilitas pekerjaan selanjutnya, f) Sumber daya manusia hanya salah satu input dari faktor produksi
(Muljani A. Nurhadi, 2008)   
Konsep baru efisiensi, adalah keadaan dimana sesuatu produk yang diharapkan mencapai tingkat maksimal atau sesuatu biaya tertentu atau dimana biaya ditekan seminimal mungkin dalam rangka menghasilkan suatu produk yang telah ditetapkan. Karena tujuan pendidikan (outputs) sudah ditetapkan, cara meningkatkan efisiensi pendidikan dilakukan dengan cara meminimalkan out puts, adalah sebagai berikut :
a)  Efisiensi manaiemen dengan menggunakan teori manajemen, yaitu :
1. Dilakukan dengan proses manajemen yang baik (POEC)
2. Dengan time and rnotion study
3. Menerapkan TQM (Total Quality Mangement)
4. Mengembangkan motivasi kerja
5. Pengelolaan SDM (Sumber Daya Manusia) yang baik
 b)  Efisiensi ekonomi,: dengan mengatur perbandingan inputs, yaitu :
   1. Memahami biaya pendidikan
   2. Memahami karakteristik biaya pendidikan
   3. Memahami struktur biaya pendidikan
   4. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pendidikan
   5. Memilih strategic cost reduction (SCR).
c) Efisiensi ekonomi.  dengan memanfaatkan teknologi.     
    1. Menggunakan teknologi mesin
    2. Menggunakan teknologi informasi
    3. Menggunakan teknologi komunikasi
    4. Menggunakan teknologi komputer
    5. Menggunakan teknologi pendidikan
            Dalam prakteknya  ketiganya digunakan secara bersama-sama.
 (Muljani A. Nurhadi.2008)
Dalam pengembangan pendidikan vokasional akan ditempuh dengan Strategic cost reduction , meliputi : a) Mencakup jangka waktu yang panjang, dan komitmen manajemen yang berkelanjutan, b) Akan efektif apabila dimulai dari perencanaan, bukan pada tahap implementasi rencana. c) Mencakup keseluruhan rantai nilai mulai dari inputs sampai outputs/marketing, bukan hanya pengurangan pada biaya produksi. d) Perlu sistem informasi biaya pendidikan yang akurat dan lengkap  
Kunci sukses strategic cost reduction. yaitu : a) Kualitas manajemen, sebagai hasil pengembangan kualitas dalam menghasilkan produk yang dilakukan melalui Total Quality Management (TQM)  jangka panjang, b) Keandalan, peningkatan kualitas akan meningkatkan  keandalan organisasi dalam menghasilkan produk., c) Kecepatan, dengan keandalan yang tinggi akan meningkatkan kecepatan keakuratan organisasi dalam menghasilkan produk.
Faktor kegagalan strategic cost reduction yaitu : a) Tidak ada tujuan yang jelas,. dan tidak dikaitkan dengan usaha mencapai  posisi kompetitif di  pasar, b) Berorientasi jangka pendek, karena jangka pendek tidak berumur panjang sehingga biaya kembali tinggi, c) Bersifat reaktif bukan programartik merupakan reaksi terhadap perubahan drastis, sehingga lebih merupakan manajmen krisis jangka pendek yang dapat menimbulkan persoalan baru .d) Tidak adanya   pengetahuun memadai tentang sifat biaya, karena tidak mengenal  sifat biaya, strategi yang dipilih tidak tepat sasaran. e) Tidak adanya informasi tentang penyebab terjadinya biaya, karena tidak ada informasi keadaan biaya sebagai akibat sistim akuntansi  dan pelaporan  biaya yang jelek, penyebab tingginya biaya tidak dapat dideteksi. (Muljani A. Nurhadi. 2008)
Finlay, et.al. (1998) telah mendokumentasikan dorongan dan perubahan kebutuhan masyarakat di berbagai negara: Di Amerika Serikat, misalnya, pemerintah mendorong produktivitas pertanian dengan melaksanakan pengolahan produksi mulai dari hulu hingga ke hilir. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah, termasuk pendidikan diarahkan untuk mendukung mekanisasi pertanian dari hulu hingga ke hilir. Di sini peran pendidikan vokasional  dikedepankan untuk membangun SDM dalam berbagai jenis dan jenjang. Demikian pula, di Taiwan, majunya sektor informal di sana dijadikan landasan untuk mengembangkan teknologi terapan. Di sini pula peran pendidikan vokasional  didorong untuk mem-back-up misi ini.  
   UNI Eropa dan Asia akan memiliki standar kurikulum transnasional pendidikan keguruan di bidang vokasional. Rancangan rambu- rambu kurikulum tersebut tengah dibahas bersama oleh 25 negara peserta dalam Kongres I Pendidikan Guru Bidang Vokasional Tingkat Dunia di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, 21-23 Juli  2006 .Program yang diinisiasi EU-Asia Link ini diorganisasi empat lembaga, yaitu Universitas Pendidikan Indonesia atau UPI (Indonesia), Universitat Bremen (Jerman), Universiy Autonomia de Barcelona (Spanyol), dan Universiti Tun Hussein Onn (Malaysia).
   Proyek yang dirintis sejak 2006 ini memiliki target utama melahirkan standar kurikulum pendidikan keguruan bidang vokasional yang akan diterapkan bersama di Uni Eropa dan Asia. Sekretaris Umum Panitia Kongres I Pendidikan Guru Bidang Vokasional Tingkat Dunia Prof Aminudin Azis, mengatakan, jika standar kurikulum ini tercipta, otomatis nantinya akan ikut mengangkat kualitas pendidikan kejuruan/vokasional  di Asia. Kompetensi pendidikan vokasional, dapat menyamai atau setidaknya ikut mendekati standar kurikulum di Uni Eropa yang lebih dulu maju.. Dengan sendirinya standar kurikulum ini  akan mengangkat standar pendidikan vokasional di Indonesia. Dengan standardisasi ini, jika ada mahasiswa yang mau melanjutkan pendidikan di Eropa.. bisa transfer kredit.
    Ketua Proyek EU-Asia Link Georg Spottl menuturkan, tidaklah mudah membuat suatu acuan standar kurikulum pendidikan keguruan dan pelatihan bidang vokasional ini mengingat begitu beragamnya unsur budaya dan sosial yang mengikat di negara masing-masing, khususnya Asia.. Standardisasi kurikulum itu nantinya hanya mencakup kurikulum  inti, yaitu batas minimal kurikulum yang memadai. standar itu khususnya mengenai teknologi yang digunakan,” Rektor UPI Prof Sunaryo Kartadinata (2008) mengatakan, kurikulum transnasional yang akan dihasilkan, diproyeksikan untuk mengantisipasi tantangan globalisasi dan kebutuhan tenaga kerja  di masa mendatang.  Berdasarkan  isi kurikulum yang akan dihasilkan hanya terbatas pada  “ Kurikulum Inti “  mengenai  “Aplikasi Teknologi “, maka untuk implementasi  di negara masing-masing, khususnya Indonesia, perlu diberikan sentuhan tentang “ kebudayaan “, yang dapat mendukung percepatan  penyerapan teknologi.  (sumber :www.kompas.com, 22 Juli 2008).
   Ujung tombak dari suatu perencanaan apapun, harus dimulai dengan Data Base yang akurat dan  kualifikasinya dapat dipertanggung jawabkan.
Data base merupakan sebuah perangkat dalam proses perencanaan yang mempunyai daya guna yang sangat tinggi. Untuk dapat mengalokasikan dana pendidikan vokasional secara efisien dan dapat diprediksi   nilai investasi yang lebih terukur diperlukan instrumen evaluasi dalam pengembangan pendidikan vokasional. Sebagai contoh adalah menentukan dan mengatur implementasi alokasi dana untuk Sekolah Menengah Kejuruan., instrumen tersebut berupa jejaring data base on-line Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) dengan kebutuhan dunia kerja lokal dan global.  Data base-on line ini merupakan jejaringan  informasi yang dapat  di akses oleh Pemerintah Pusat, Depdikmas, SMK diseluruh Indonesia dan dapat di update setiap saat, Data base-on –line ini mempunyai daya guna bagi pemerintah, sektor jasa  industri sebagai demand  tenaga kerja dan  dunia pendidikan sebagai supply tenaga kerja
 b. Potensi Kearifan Lokal
Dalam rangka pengembangan otonomi daerah Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah memberikan wewenang pengelolaan pendidikan kepada pemerintah daerah. .Pemerintah daerah dengan kekuasaan otonominya seharusnya mengetahui dengan pasti apa keunggulan daerahnya. Berdasarkan produk keunggulan daerahnya, maka dibangun kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) nya.
Misalnya di Bali yang terkenal dengan pariwisatanya, maka pemerintah daerah fokus pada pembangunan kompetensi keahlian yang berbasis pariwisata. Di Jawa Tengah yang terkenal sebagai pusat budaya dan juga kerajinan furniture, dibangun kompetensi yang berbasis kerajinan furniture.
Di Papua yang kaya emas dan juga kayunya, dibangun komptensi keahlian emas dan kayu. Tiap wilayah di Indonesia sesungguhnya memiliki berbagai karakteristik potensi, misalnya: kelautan, perikanan, pertanian, kehutanan, perdagangan, dan lain sebagainya . Potensi ini sebenarnya dapat menjadi basis pengembangan kesejahteraan masyarakat. Untuk daerah yang memiliki potensi perikanan dan hasil laut bukankah lebih bermakna didaerahnya dikembangkan menjadi pendidikan vokasional  bidang studi  perikanan atau kelautan? Apakah berarti masyarakat di pantai tidak memerlukan pendidikan umum? Jawabnya ialah perlu. Hal ini mengingat masyarakat tentu masih ada yang ingin mengembangkan bidang ilmu tertentu.
Yang menjadi persoalan utama ialah bagaimana menentukan dan mengatur implementasi pendidikan umum dan pendidikan vokasional ? Dengan  pendekatan ini akan  terbentuk suatu keahlian yang khusus, unik dan berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Jika selama ini kita masih sibuk menghabiskan anggaran untuk membangun infra struktur, misalnya gedung, sekolah dan perlengkapannya atau mengundang investor membangun industri di daerah,. maka sudah saatnya investasi kita arahkan untuk pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Tanpa kompetensi. tanpa adanya “link and match” antara pendidikan, dunia kerja dan dunia industri, maka segala peralatan, gedung dan investasi menjadi sia-sia. .Berapa banyak gedung Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)  dengan segala peralatannya yang canggih tidak berfungsi dengan baik, karena tidak ada tenaga ahli yang dapat menjalankannya.
Sudah saatnya kita bekerjasama membangun kompetensi unggulan daerah. Tujuan pendidikan  harus diambil dari masyarakat di mana pendidikan itu berlangsung.  Tujuan pendidikan tidak dapat ditetapkan secara “ sama / seragam “ pada semua masyarakat secara luas. Tujuan pendidikan nasional  tidak hanya mengacu kepada kepentingan nasional, tetapi juga harus  memperhatikan kearifan lokal yang dimiliki setiap daerah. Dalam pengembangan pendidikan, pemerintah harus  memperhatikan kebutuhan dan potensi lokal sesuai dengan daerah masing-masing. Wilayah Indonesia yang sangat luas dengan berbagai jenis kekayaan Sumber Daya Alam (SDA), serta kegiatan ekonomi produktip yang secara spesifik telah berkembang  antara lain perikanan, pariwisata, kerajinan, budaya dan seni  sangat cocok dan sesuai untuk dikembangkan dengan model  pendidikan vokasional. Muatan pendidikan dipilih secara  spesifik, disesuaikan dengan kebutuhan dilingkungan  setempat untuk mendukung  pengolahan Sumber Daya Alam (SDA) dan kegiatan ekonomi produktip. lokal .            Kedudukan kebudayaan dalam suatu proses kurikulum teramat penting tetapi dalam proses pengembangan seringkali para pengembang kurikulum kurang memperhatikannya. Dalam realita proses pengembangan kurikulum sering diwarnai oleh pengaruh pandangan para pengembang, yang  fokus perhatiannya hanya terhadap perkembangan ilmu dan teknologi.. Oleh karena, itu kedudukan yang    penting dari kebudayaan sering terabaikan dan kurang diperhatikan. Para ahli dalam pengembangan kurikulum vokasional disamping kompetensi dibidang ilmu dan teknologi  harus  dapat mengadopsi secara spesifik potensi kearifan lokal.
c. Pendidikan Vokasional  Dan  Investasi
Edward Sallis, (1993) penulis buku Total Quality Management (TQM) in Education yang juga mendasarkan pembahasan bukunya sebagai penerapan filosofi mutu dari Deming untuk pendidikan, menggambarkan dengan diagram sirip ikan untuk analisis sebab dan pengaruh (causes and effects analysis), bahwa peningkatan mutu pendidikan memiliki empat kelompok faktor penyebab dan pengaruh, yaitu  1) kebijakan, 2) prosedur, 3) SDM, dan  4) perencanaan. Dari keempat kelompok faktor tersebut kebijakan adalah faktor yang paling tidak mudah diubah di tengah jalan.
 Untuk peningkatan mutu pendidikan, diperlukan kebijakan pendidikan yang dapat dikomunikasikan dengan baik, komitmen bersama yang kuat, kepemimpinan yang terlatih dan teruji, serta yang sangat dipentingkan adalah visi dan misi yang jelas dan implementatif . Visi adalah konsepsi atau antisipasi masa depan yang hidup (a vivid conception or antisipation) sehingga memerlukan daya imajinatif yang kuat. Visi harus kuat, jelas, dan menjadi daya pengarah (driving force) bagi keberadaan dan keberlangsungan sistem. Rumusan visi yang demikian akan melahirkan misi yang merupakan rumusan-rumusan tugas terhormat yang membuat semua stakeholders atau shareholders pendidikan termotivasi untuk terlibat dan menjalankannya. Misi adalah suatu self-imposed task, mirip-mirip dengan tugas suci.
Rumusan atau ungkapan-ungkapan misi yang lahir dari visi yang kuat akan menjadi ungkapan yang memorable (dapat diingat/dihafalkan), komunikatif, jelas dan tepat, menyuburkan komitmen bersama, memuat tujuan jangka panjang, mementingkan  customers dan fleksibel. Maksud dari fleksibel adalah adaptif yaitu dapat diimplementasikan dalam kondisi dengan aneka ragam kendala dan pendukung
Berdasarkan kajian yang telah dipaparkan  diatas, maka dilakukan justifikasi pengembangan Visi dan Misi pendidikan vokasional yang memberikan “ nilai “ bagi “ investasi “ adalah sebagai berikut : 
1.       Visi Dan Misi Pendidikan Vokasional
(a)   Visi Pendidikan Vokasional, bertujuan untuk pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang kompetensi dan standard ketrampilannya mengikuti kualifikasi dunia dan mengakomodasi kompetensi kearifan lokal yang memiliki potensi ekonomi produktip
(b)   Misi Pendidikan Vokasional
1)      Tidak hanya mennghasilkan skill dan kemampuan ketrampilan spesifik untuk pekerjaan tertentu saja, tetapi harus memberi muatan pengembangan anak didik secara totalitas,  adaptip dan pro-aktip  terhadap perkembangan ipteks.
2)      Untuk dapat mendekatkan program Pendidikan Vokasional  yang relevan dan dibutuhkan masyarakat dalam dimensi lokal dan global, pendidikan harus selalu  menyesuaikan diri (ajust) dengan segala pembaharuan (innovations) yang diperlukan
3)      Pendidikan Vokasional di Indonesia  harus merupakan  “link and match” antara pendidikan, dunia kerja dan dunia industri
2. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Vokasional
(a)    Kurikulum inti Pendidikan Vokasional untuk pengembangan  Sumber Daya Manusia (SDM), berisikan : (a)  Materi pembelajaran untuk membentuk karakter  keunggulan  dengan standard global , (b) Materi pembelajaran untuk membentuk perilaku budaya industri (c) Materi pembelajaran untuk dapat beradaptasi terhadap perkembangan anak didik secara totalitas,  adaptip dan pro-aktip  terhadap perkembangan IPTEK, meliputi : (a) Matematik/IPA, (b) Bahasa Inggris moderen, Komputer, dan ICT  (c)  Model pembelajaran berbasis kompetensi  dalam bidang praktek dan ketrampilan
(b)   Pengembangan Kurikulum Khusus sesuai dengan kompetensi yang dikembangkan dan akan dibentuk pada masing-masing  Program Studi, dengan mengakomodasi  potensi ekonomi produktip dan kearifan lokal  di lingkungan masing-masing daerah
(c)    Pendidikan Vokasional  harus selalu  menyesuaikan diri (ajust) dengan segala pembaharuan (innovations) yang diperlukan. Salah satu pendekatan dalam efisiensi penbiayaan.pendidikan vokasional, pengembangan/perubahan kurikulum  pendidikan tanpa harus  merubah ” kurikulum inti ”, tetapi cukup dengan melakukan pembaharuan (ajust and innovations) dalam ” kurikulum khusus ” sesuai dengan tuntutan  kebutuhan ” Dunia Industri ” dan ” Pasar Kerja ”  baik lokal maupun global.

               Berikut ini akan diuraikan skema “ Pendidikan Vokasional Berbasis Investasi  “  yang  harus dimplementasikan  dalam proses rancangan  pendidikan vokasional  dalam  proyeksi jangka pendek (5 tahun), jangka menengah (10 tahun) dan jangka panjang (20 tahun),  sebagai berikut :