Thursday, December 10, 2015

PENDIDIKAN VOKASIONAL SEBAGAI INVESTASI MASA DEPAN

1.       Abstrak

Bentuk perdagangan bebas di era global ini dampaknya adalah Indonesia harus mempersiapkan pengembangan  Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompetensi dan standarisasinya mengikuti kualifikasi dunia. Penerapan teknologi baru dalam industri mengandung konsekuensi peningkatan permintaan  Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi guna mendukung peningkatan produktivitas. Pendidikan Sekolah  Menengah  Kejuruan (SMK)  sebagai pendidikan vokasional tingkat menengah, memiliki  peran besar  dalam merencanakan dan menciptakan SDM  yang profesional  dan  produktif. Pendidikan  di  Sekolah  Menengah  Kejuruan  (SMK) bertujuan untuk meningkatkan  pengetahuan  dan  keterampilan  siswa  dalam  rangka  menyiapkan  mereka  sebagai  tenaga  kerja  tingkat  menengah 
Depdiknas  memiliki  kebijakan  untuk  membalik  rasio  peserta  didik  SMK  dibanding SMA  dari  30:70  pada  tahun  2004,  menjadi  67:33  pada  tahun  2014. Kebijakan ini ditujukan agar keluaran pendidikan dapat  lebih berorentasi pada pemenuhan dunia kerja serta kebutuhan  dunia  usaha  dan  industri (DUDI). (Depdiknas, Renstra 2010 – 2014, 83-85). Pendidikan vokasional merupakan pendidikan untuk penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang mempunyai nilai ekonomis, sesuai dengan kebutuhan pasar dengan education labor coefficient tinggi . (Muljani A. Nurhadi, 2008)    
Dalam pengembangan pendidikan vokasional akan ditempuh dengan Strategic cost reduction , meliputi : a) Mencakup jangka waktu yang panjang, dan perlu komitmen manajemen yang berkelanjutan, b) Akan efektif apabila dimulai dari perencanaan, bukan pada tahap implementasi rencana. c) Mencakup keseluruhan rantai nilai mulai dari inputs sampai outputs/marketing, bukan hanya pengurangan pada biaya produksi. d) Perlu sistem informasi biaya pendidikan yang akurat dan lengkap 


Kata kunci : Vokasional, SDM, Investasi

1.        PENDAHULUAN
Tatanan ekonomi dunia sedang berubah ke-era perdagangan bebas dan investasi bebas, dimana perdagangan barang dan jasa antar negara tidak lagi mengalami hambatan-hambatan yang berarti dalam quota dan tarif. Bentuk perdagangan bebas di era global ini dampaknya adalah Indonesia harus mempersiapkan pengembangan  Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompetensi dan standarisasinya mengikuti kualifikasi dunia.. Penerapan teknologi baru dalam industri mengandung konsekuensi peningkatan permintaan  Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi guna mendukung peningkatan produktivitas.
Beberapa kompetensi yang secara universal dikembangkan oleh negara-negara  Amerika, Inggris, Jerman, Korea Selatan   dan Jepang adalah  : a) Ketrampilan dasar, b) Ketrampilan berfikir,  c) Kualitas personal, d) Teknologi Informasi dan Komunikasi, e) Bahasa asing moderen,  f) Kerjasama ( Team Work).. Pemakaian teknologi baru menuntut keahlian dan ketrampilan baru , dan itu menyebabkan keahlian dan ketrampilan lama menjadi tidak berguna atau tidak relevan. Untuk melahirkan dan mengembangkan keahlian serta ketrampilan baru menuntut diadakannya corak pendidikan dan latihan baru pula. Perubahan tidak saja akan terjadi dalam struktur lapangan kerja , tetapi juga dalam sistim pendidikan. Untuk  dapat mendekatkan program pendidikan yang relevan dan dibutuhkan masyarakat, pendidikan harus selalu  menyesuaikan diri (ajust) dengan segala pembaharuan (innovations) yang diperlukan. Pelatihan tenaga kerja  diperlukan pada periode tertentu  untuk dapat  mengaktualkan diri terhadap perkembangan teknologi. Konsep pendidikan sepanjang hayat (life long education)  dianggap perlu bagi dunia kerja, pekerja harus  melatih diri kembali dalam in service training, mengikuti pelatihan kursus formal dan non formal
      Depdiknas  memiliki  kebijakan  untuk  membalik  rasio  peserta  didik  SMK  dibanding SMA  dari  30:70  pada  tahun  2004,  menjadi  67:33  pada  tahun  2014.  Kebijakan  ini ditujukan agar keluaran pendidikan dapat  lebih berorentasi pada pemenuhan dunia kerja serta kebutuhan  dunia  usaha  dan  industri(DUDI).  Pendidikan  vokasi dirasa perlu  karena memiliki paradigma  yang menekankan pada  pendidikan  yang  menyesuaikan  dengan  permintaan  pasar  (demand  driven)  guna  mendukung  pembangunan  ekonomi  kreatif.  Ketersambungan  (link)  diantara  pengguna lulusan pendidikan dan penyelenggara pendidikan dan kecocokan (match)  antara  employee  dengan  employer  menjadi  dasar  penyelenggaraan  pendidikan vokasi.  Keberhasilan  penyelenggaraan  pendidikan  vokasi  dapat  dilihat  dari  tingkat  mutu  dan  relevansi  yaitu  jumlah  penyerapan  lulusan  dan  kesesuaian  bidang. (Depdiknas, Renstra 2010 – 2014, 83-85).
 Ekonomi kreatif adalah berbagai aktivitas berbasis kreativitas, keterampilan, dan bakat, yang memiliki potensi ekonomi dan peluang kerja baru melalui penciptaan dan eksploitasi kekayaan intelektual.. Secara nasional, industri kreatif menyumbang 6,28 % Produk Domestik Bruto (PDB). Dari jumlah tersebut, 28 % di antaranya disumbangkan oleh industri kerajinan. ini merupakan urutan kedua. Sedangkan peringkat pertama ditempati oleh produk mode yang menyumbang angka 44 %. Industri kreatif ini berperan penting dalam penyediaan lapangan pekerjaan, pembangunan citra dan identitas bangsa di tengah gempuran hebat arus globalisasi, serta peningkatan ekspor.  Sebagai gambaran, nilai ekspor industri ini pada tahun 2007 mencapai 642 juta USD. Jumlah ini meningkat 20 % dari ekspor tahun sebelumnya yang bernilai 534 juta USD.
  (Sumber :JurnalKoperasidanUMKM,edisiIV/September2008).        

Pendidikan vokasional merupakan pendidikan untuk penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang mempunyai nilai ekonomis, sesuai dengan kebutuhan pasar dengan education labor coefficient tinggi . Implikasi bagi pendidikan vokasinal adalah : a)  Magang atau internship yang terprogram harus menjadi bagian dari sistem pendidikan vokasional, karena banyak ketrampilan teknis, sikap, kebiasaan, dan emosional hanya dapat diperoleh melalui on the job training. b)  Dalam on the job training ketrampilan yang dipelajari termasuk yang bersifat general maupun spesifik, c)  Karena general training mempunyai nilai ekenomis yang lebih lama dan menjadi fondasi, maka perlu kuat, d) Spesific training harus selalu di up to date sesuai dengan kebutuhan pasar, e) Training untuk memiliki ketrampilan cara memperoleh dan menggali informasi menjadi penting untuk up dating. (Muljani A. Nurhadi, 2008)   

Lanjut versi 2

No comments:

Post a Comment