DISKUSI DAN PEMBAHASAN
a. Pendidikan Vokasional
Pendidikan di Indonesia landasan hukumnya adalah : Undang-Undang R.l No 20 Tahun 2003 . Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. dan Pancasila.
Berdasarkan Undang-Undang R.l No : 20 Tahun 2003 . Pasal 4, ayat (1)
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menunjang tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, bilai kultural dan kemajemukan bangsa. Pasal 13, ayat (1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan
formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Pasal 14 , Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi. Pasal 15, Jenis pendidikan mencakup pendidikan
umum, kejuruan, akademik, profesi,
vokasi, keagamaan, dan khusus. Pasal 18, ayat (1) Pendidikan menengah
merupakan lanjutan pendidikan dasar, (2) Pendidikan menengah terdiri atas
pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan, (3) Pendidikan
menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA),
sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK) atau bentuk
lain yang sedrajat.
Secara normatif dan legal formal, sebenarnya antara pendidikan liberal dan
pendidikan vokasional disetiap jenjang pendidikan tidak perlu terjadi
dikotomi. Secara jelas pendidikan
liberal dan pendidikan vokasional telah diatur dalam undang-undang, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis
dan berkeadilan serta tidak diskriminatif.
Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan
informal yang dapat saling
melengkapi dan memperkaya. Selanjutnya dinyatakan bahwa pendidikan mencakup pendidikan
umum, kejuruan/ vokasional. Bentuk pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah
umum dan pendidikan menengah kejuruan/ vokasional.
Mungkin permasalahan dikotomi yang
muncul adalah berkaitan dengan proporsi,
kewenangan , interes kepentingan , masalah politik , kualitas luaran /
SDM , fasilitas pendukung, sarana parasarana, tuntutan kompetensi dan pengaruh lain diluar masalah pendidikan.. Adanya kenaikan anggaran
pendidikan sebesar 20% diharapkan
dapat memberikan angin segar bagi pennyelesaian berbagai
permasalahan pendidikan di Indonesia,
terutama dalam alokasi dana pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi secara proporsional antara
pendidikan umum dan vokasional . Kebijakan Menteri Pendidikan Nasional
Indonesia untuk menaikkan proporsi
alokasi dana pengembangan Pendidikan Vokasional sekitar 70 % dan untuk Pendidikan Umum sekitarr 30 %
pada tahun 2014 , diharapkan dapat menunjang berbagi fasilitas penunjang dan
peningkatan SDM tenaga guru / dosen
bidang pendidikan vokasional
Kunci utama berkembangnya Jerman dalam penyelenggaraan
penddikan kejuruan(vokasional) adalah, bahwa pendidikan kejuruan (vokasional) akan berjalan secara efektif dan efisien jika kerjasama
antara pendidikan dengan , perdagangan , jasa , dunia usaha dan industri
(DUDI) dapat terjamin secara
berkelanjutan. Pendidikan Kejuruan dan Pelatihan (vokasional) di Jerman
adalah sebuah Joint Government – Industry Program, yaitu program pemerintah
bersama-sama dengan industri. Pemerintah Federal dan pemilik industri berbagi
pembiayaan untuk Sekolah Kejuruan Negeri, dengan perbandingan yang lebih tinggi
ditanggung pemerintah sebesar 58 % pada tahun 1991. Hal ini merupakan persyaratan bagi
penyelengaraan pendidikan kejuruan. (Sumber : edu
BENCHMARKING, 2008) .
Pada kenyataan dilapangan berdasarkan image (citra) masyarakat umum , produk
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan produk “ kelas
dua “, pada
level pendidikan menengah di Indonesia . Sementara ini yang terjadi di Indonesia antara dunia pendidikan , dunia kerja, dunia
usaha dan industri (DUDI) terlihat berjalan sendiri-sendiri.
Pemerintah
sebagai otoritas dari sebuah penyelenggaraan suatu negara harus dapat mengambil suatu kebijakan
secara legal-formal , memberi ruang untuk suatu mediasi dalam
mensinergikan tiga pilar pembangunan, yaitu : a) Pendidikan,
b) Dunia usaha dan industri
(DUDI) c) Pemerintah.
Pendidikan menengah
kejuruan memiliki peran besar
dalam merencana kan dan
menciptakan SDM tingkat menengah yang profesional dan
produktif. Sebagaimana yang
dituangkan dalam Kep
Mendiknas RI No:
053/U/2001 tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM). Dalam
Lampiran-5 keputusan ini
dijelaskan bahwa tujuan penyelenggaraan pendidikan
di Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) adalah untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan siswa ,
untuk menyiapkan mereka sebagai
tenaga kerja tingkat
menengah yang terampil, terdidik, dan profesional, serta mampu mengembangkan
diri sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan ,
teknologi dan seni (ipteks).
Tujuan penting diselenggarakan
pendidikan secara luas menurut Finch and
Crunkliton (1979), yaitu : (a) pendidikan untuk hidup, (b) pendidikan untuk
mencari penghidupan Dimensi pendidikan vocational menurut Finch & Mc Gough (1982), meliputi
:
(1) Dimensi manusia (human), meliputi
hubungan manusiawi,_kreativitas, komitment (tanggung jawab), fleksibilitas, dan
orientasi jauh kedepan.
(2) Dimensi tugas (task) meliputi perencanaan,
pengembangan, manajemen, dan
penilaian.
(3) Dimensi lingkungan (environment) meliputi
sekolah, masyarakat, dan penyediaan
tenaga kerja.
Bahwa secara teori Pendidikan
Vocational menurut Rupert Evans (1978)
bertujuan untuk : a) Memenuhi
kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja, b) Meningkatkan pilihan pendidikan
pendidikan bagi setiap individu dan c)
Mendorong motivasi untuk belajar terus Pendidikan vokasional adalah
program pendidikan yang secara langsung dikaitkan dengan penyiapan seseorang
untuk suatu pekerjaan tertentu atau untuk persiapan tambahan karier seseorang (United States Congress, 1976)
Wenrich dan Wenrich (1974: 6) menyebutkan bahwa
pendidikan vokasi : the total process of education
aimed at developing the competencies needed to function effectively in an
occupation or group of occupations. Makna yang tersirat dalam definisi ini
ialah: (1) pengembangan kompetensi, (2) kompetensi yang dibutuhkan, (3) kompetensi
yang dikembangkan dapat berfungsi efektif, dan (4) kompetensi yang dikembangkan
terkait dengan suatu pekerjaan – atau kelompok pekerjaan. Pendidikan vokasi
merupakan pendidikan yang bersifat khusus (terspesialisasi) dan meliputi semua
jenis dan jenjang pekerjaan. Penafsiran yang tidak benar ialah memaknakan
pendidikan vokasi sebatas pada pendidikan yang hanya concern pada manual
skills. Pendidikan vokasi sesungguhnya concern dengan mental, manual skills, values, dan attitudes
(Wenrich dan Wenrich, 1974: 8). Oleh karena itu, di dalam pendidikan vokasi
secara implisit terkandung unsur-unsur berpikir (cognitive), berbuat (psychomotor),
dan rasa (affective) dalam proporsi yang berbeda mengikuti kebutuhan
kompetensi pada jenis dan jenjang pekerjaan yang terkait. Selain itu, konsep
ini menunjukkan pula bahwa pendidikan vokasi terdapat pada semua jenjang
pendidikan: dasar, menengah, tinggi. Hal ini dapat dipahami bahwa pekerjaan
tertentu membutuhkan kualifikasi/kompetensi SDM yang berbeda. Perbedaan kualifikasi/kompetensi
ini merujuk adanya jenjang dalam kompetensi.
Paradigma pendidikan harus mulai berubah dari supply minded (orientasi
jumlah) menjadi demand minded (kebutuhan) ke dunia kerja. Harus digali, kompetensi apa saja yang dibutuhkan pasar kerja ke depan. (Wardiman
Djojonegoro Kompas, 17 Desember 2007)
Menurut Hadiwaratama
(2002: 3-6) dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan
hendaknya mengikuti proses: (1) pengalihan ilmu (transfer of knowledge)
ataupun penimbaan ilmu (acquisition of knowledge) melalui pembelajaran
teori; (2) pencernaan ilmu (digestion of knowledge) melalui tugas-tugas,
pekerjaan rumah, dan tutorial; (3) pembuktian ilmu (validation of knowledge)
melalui percobaan-percobaan di laboratorium secara empiris atau visual
(simulasi atau virtual reality); (4) pengembangan keterampilan (skills
development) melalui pekerjaan-pekerjaan nyata di bengkel praktik sekolah ,
di Training
Center atau magang di industri. Dari ke empat tahapan proses tersebut
keterampilan merupakan yang paling esensial keberadaannya dalam pendidikan
kejuruan.
Karena berbagai keterbatsan di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), pelaksanaan prakerin/ magang
industri hanya sebatas portofolio memenuhi standar minimal, tidak terukur
standar kompetensinya.
Keterampilan merupakan yang paling esensial keberadaannya
dalam pendidikan kejuruan. Berdasarkan pertimbangna tersebut, sudah selayaknya
Pemerintah untuk mendirikan Training Center bagi Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan program studinya. Yang lokasi dan
zonifikasinya diatur sesuai dengan potensi industri dan pengembangen
potensi lokal daerah.
Training Center
merupakan salah satu bentuk pelayanan prima dalam pendidikan Sekolah Menengha
Kejuruan (SMK), selain itu merupakan implementasi nyata Learning
community
Pendidikan vokasional merupakan pendidikan untuk
penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang mempunyai nilai ekonomis, sesuai
dengan kebutuhan pasar dengan education labor coefficient tinggi .
Implikasi bagi pendidikan vokasinal adalah : a)
Magang atau internship yang terprogram harus menjadi bagian dari system
pendidikan vokasional, karena banyak ketrampilan teknis, sikap, kebiasaan, dan
emosional hanya dapat diperoleh melalui on the job training. b) Dalam on
the job training ketrampilan yang dipelajari termasuk yang bersigat general
maupun spesifik, c) Karena general training mempunyai nilai
ekenomis yang lebih lama dan menjadi fondasi, maka perlu kuat, d) Spesific
training harus selalu di up to date sesuai dengan kebutuhan
pasar, e) Training untuk memiliki
ketrampilan cara memperoleh dan menggali informasi menjadi penting untuk up
dating. Yang perlu
diperhatikan dan diceremati kaitan antara pendidikan dan kesempatan kerja adalah sebagai
berikut : a) Pendidikan hanya salah satu dari sumber daya manusia yang
mempunyai bilai ekonomis, b) Ada faktor sumber daya manusia lainnya yang juga
penting, yaitu : faktor askriptif dan luck., c) Faktor askriptif
mencakup latar belakang sosial ekonomi keluarga, IQ, faktor fisik, faktor
psikologis lainnya., d) Faktor luck memberikan kontribusi cukup
tinggi, yaitu 60 % (Christoper Jenk),
tetapi juga diartikan persistent atau adanya peluang, e) Pendidikan menentukan
dan keberhasilan pekerjaan pertama, tetapi faktor askriptif lebih
menentukan mobilitas pekerjaan selanjutnya, f) Sumber daya manusia hanya salah
satu input dari faktor produksi
(Muljani A. Nurhadi, 2008)
Konsep baru efisiensi, adalah keadaan dimana sesuatu
produk yang diharapkan mencapai tingkat maksimal atau sesuatu biaya tertentu
atau dimana biaya ditekan seminimal mungkin dalam rangka menghasilkan suatu
produk yang telah ditetapkan. Karena tujuan pendidikan (outputs) sudah
ditetapkan, cara meningkatkan efisiensi pendidikan dilakukan dengan cara
meminimalkan out puts, adalah sebagai berikut :
a) Efisiensi manaiemen dengan
menggunakan teori manajemen, yaitu :
1.
Dilakukan dengan proses manajemen yang baik (POEC)
2. Dengan time and rnotion study
3. Menerapkan TQM (Total Quality Mangement)
4. Mengembangkan motivasi kerja
5. Pengelolaan SDM (Sumber Daya
Manusia) yang baik
b) Efisiensi
ekonomi,: dengan mengatur perbandingan inputs, yaitu :
1. Memahami
biaya pendidikan
2. Memahami
karakteristik biaya pendidikan
3. Memahami struktur biaya pendidikan
4. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi
biaya pendidikan
5. Memilih strategic
cost reduction (SCR).
c) Efisiensi ekonomi. dengan memanfaatkan teknologi.
1. Menggunakan teknologi mesin
2. Menggunakan teknologi informasi
3. Menggunakan teknologi komunikasi
4. Menggunakan teknologi komputer
5. Menggunakan teknologi pendidikan
Dalam prakteknya ketiganya digunakan secara bersama-sama.
(Muljani A. Nurhadi.2008)
Dalam pengembangan pendidikan
vokasional akan ditempuh dengan Strategic cost reduction , meliputi : a) Mencakup jangka waktu
yang panjang, dan komitmen manajemen yang berkelanjutan, b) Akan efektif
apabila dimulai dari perencanaan, bukan pada tahap implementasi rencana. c) Mencakup
keseluruhan rantai nilai mulai dari inputs sampai outputs/marketing, bukan
hanya pengurangan pada biaya produksi. d) Perlu sistem informasi biaya
pendidikan yang akurat dan lengkap
Kunci sukses strategic
cost reduction. yaitu : a) Kualitas manajemen, sebagai hasil
pengembangan kualitas dalam menghasilkan produk yang dilakukan melalui Total
Quality Management (TQM) jangka
panjang, b) Keandalan, peningkatan kualitas akan meningkatkan keandalan organisasi dalam menghasilkan
produk., c) Kecepatan, dengan keandalan yang tinggi akan meningkatkan kecepatan
keakuratan organisasi dalam menghasilkan produk.
Faktor kegagalan strategic
cost reduction yaitu : a) Tidak ada tujuan yang jelas,. dan tidak
dikaitkan dengan usaha mencapai posisi
kompetitif di pasar, b) Berorientasi jangka
pendek, karena jangka pendek tidak berumur panjang sehingga biaya kembali
tinggi, c) Bersifat reaktif bukan programartik merupakan reaksi terhadap
perubahan drastis, sehingga lebih merupakan manajmen krisis jangka pendek yang
dapat menimbulkan persoalan baru .d) Tidak adanya pengetahuun memadai tentang sifat biaya,
karena tidak mengenal sifat biaya,
strategi yang dipilih tidak tepat sasaran. e) Tidak adanya informasi tentang
penyebab terjadinya biaya, karena tidak ada informasi keadaan biaya sebagai
akibat sistim akuntansi dan pelaporan biaya yang jelek, penyebab tingginya biaya
tidak dapat dideteksi. (Muljani A. Nurhadi. 2008)
Finlay,
et.al. (1998) telah mendokumentasikan dorongan dan perubahan kebutuhan
masyarakat di berbagai negara: Di Amerika Serikat, misalnya, pemerintah mendorong
produktivitas pertanian dengan melaksanakan pengolahan produksi mulai dari hulu
hingga ke hilir. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah, termasuk pendidikan diarahkan
untuk mendukung mekanisasi pertanian dari hulu hingga ke hilir. Di sini peran
pendidikan vokasional dikedepankan untuk
membangun SDM dalam berbagai jenis dan jenjang. Demikian pula, di Taiwan,
majunya sektor informal di sana dijadikan landasan untuk mengembangkan
teknologi terapan. Di sini pula peran pendidikan vokasional didorong untuk mem-back-up misi ini.
UNI Eropa dan Asia akan memiliki standar
kurikulum transnasional pendidikan keguruan di bidang vokasional. Rancangan
rambu- rambu kurikulum tersebut tengah dibahas bersama oleh 25 negara peserta
dalam Kongres I Pendidikan Guru Bidang Vokasional Tingkat Dunia di Kampus
Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, 21-23 Juli 2006 .Program yang diinisiasi EU-Asia Link ini
diorganisasi empat lembaga, yaitu Universitas Pendidikan Indonesia atau UPI
(Indonesia), Universitat Bremen (Jerman), Universiy Autonomia de Barcelona
(Spanyol), dan Universiti Tun Hussein Onn (Malaysia).
Proyek yang dirintis sejak 2006 ini memiliki target utama
melahirkan standar kurikulum pendidikan keguruan bidang vokasional yang akan
diterapkan bersama di Uni Eropa dan Asia. Sekretaris Umum Panitia Kongres I
Pendidikan Guru Bidang Vokasional Tingkat Dunia Prof Aminudin Azis, mengatakan,
jika standar kurikulum ini tercipta, otomatis nantinya akan ikut mengangkat
kualitas pendidikan kejuruan/vokasional di Asia. Kompetensi pendidikan vokasional,
dapat menyamai atau setidaknya ikut mendekati standar kurikulum di Uni Eropa
yang lebih dulu maju.. Dengan sendirinya standar kurikulum ini akan mengangkat standar pendidikan vokasional di
Indonesia. Dengan standardisasi ini, jika ada mahasiswa yang mau melanjutkan
pendidikan di Eropa.. bisa transfer kredit.
Ketua Proyek EU-Asia Link
Georg Spottl menuturkan, tidaklah mudah membuat suatu acuan standar kurikulum
pendidikan keguruan dan pelatihan bidang vokasional ini mengingat begitu beragamnya unsur budaya dan sosial yang
mengikat di negara masing-masing, khususnya Asia.. Standardisasi kurikulum itu
nantinya hanya mencakup kurikulum inti, yaitu batas minimal kurikulum yang
memadai. standar itu khususnya mengenai teknologi yang digunakan,” Rektor
UPI Prof Sunaryo Kartadinata (2008) mengatakan, kurikulum transnasional yang
akan dihasilkan, diproyeksikan untuk mengantisipasi tantangan globalisasi dan
kebutuhan tenaga kerja di masa
mendatang. Berdasarkan isi kurikulum yang akan dihasilkan hanya
terbatas pada “ Kurikulum Inti “
mengenai “Aplikasi Teknologi “, maka untuk implementasi di negara masing-masing, khususnya Indonesia,
perlu diberikan sentuhan tentang “ kebudayaan
“, yang dapat mendukung percepatan
penyerapan teknologi. (sumber :www.kompas.com, 22
Juli 2008).
Ujung
tombak dari suatu perencanaan apapun, harus dimulai dengan Data Base yang akurat
dan kualifikasinya
dapat dipertanggung jawabkan.
Data base merupakan sebuah perangkat dalam proses
perencanaan yang mempunyai daya guna yang sangat tinggi. Untuk dapat
mengalokasikan dana pendidikan vokasional secara efisien dan dapat
diprediksi nilai investasi yang lebih
terukur diperlukan instrumen evaluasi dalam pengembangan pendidikan vokasional.
Sebagai contoh adalah menentukan dan mengatur implementasi alokasi dana untuk
Sekolah Menengah Kejuruan., instrumen
tersebut berupa jejaring data base on-line Sekolah Menegah
Kejuruan (SMK) dengan kebutuhan dunia kerja
lokal dan global. Data
base-on line ini merupakan jejaringan
informasi yang dapat di akses
oleh Pemerintah Pusat, Depdikmas, SMK diseluruh Indonesia dan dapat di update
setiap saat, Data base-on –line ini mempunyai daya guna bagi pemerintah,
sektor jasa industri sebagai demand tenaga kerja dan dunia pendidikan sebagai supply tenaga kerja
b. Potensi
Kearifan Lokal
Dalam rangka pengembangan otonomi
daerah Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah memberikan
wewenang pengelolaan pendidikan kepada pemerintah daerah. .Pemerintah daerah
dengan kekuasaan otonominya seharusnya mengetahui dengan pasti apa keunggulan
daerahnya. Berdasarkan produk keunggulan daerahnya, maka dibangun kompetensi
Sumber Daya Manusia (SDM) nya.
Misalnya di Bali yang terkenal dengan
pariwisatanya, maka pemerintah daerah fokus pada pembangunan kompetensi
keahlian yang berbasis pariwisata. Di Jawa Tengah yang terkenal sebagai pusat
budaya dan juga kerajinan furniture, dibangun kompetensi yang
berbasis kerajinan furniture.
Di Papua yang kaya emas dan juga
kayunya, dibangun komptensi keahlian emas dan kayu. Tiap wilayah di
Indonesia sesungguhnya memiliki berbagai karakteristik potensi, misalnya:
kelautan, perikanan, pertanian, kehutanan, perdagangan, dan lain sebagainya .
Potensi ini sebenarnya dapat menjadi basis pengembangan kesejahteraan
masyarakat. Untuk daerah yang memiliki potensi perikanan dan hasil laut
bukankah lebih bermakna didaerahnya dikembangkan menjadi pendidikan vokasional bidang studi perikanan atau kelautan? Apakah berarti
masyarakat di pantai tidak memerlukan pendidikan umum? Jawabnya ialah perlu.
Hal ini mengingat masyarakat tentu masih ada yang ingin mengembangkan bidang
ilmu tertentu.
Yang
menjadi persoalan utama ialah bagaimana menentukan dan mengatur implementasi pendidikan umum dan pendidikan vokasional ? Dengan pendekatan ini akan terbentuk suatu keahlian yang khusus, unik dan
berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Jika selama ini kita masih
sibuk menghabiskan anggaran untuk membangun infra struktur, misalnya gedung,
sekolah dan perlengkapannya atau mengundang investor membangun industri di
daerah,. maka sudah saatnya investasi kita arahkan untuk pembangunan Sumber
Daya Manusia (SDM). Tanpa kompetensi. tanpa adanya “link and match” antara
pendidikan, dunia kerja dan dunia industri, maka segala peralatan, gedung dan
investasi menjadi sia-sia. .Berapa banyak gedung Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) dengan segala peralatannya yang
canggih tidak berfungsi dengan baik, karena tidak ada tenaga ahli yang dapat
menjalankannya.
Sudah saatnya kita bekerjasama
membangun kompetensi unggulan daerah. Tujuan pendidikan harus diambil dari masyarakat di mana
pendidikan itu berlangsung. Tujuan
pendidikan tidak dapat ditetapkan secara “ sama / seragam “ pada semua masyarakat
secara luas. Tujuan pendidikan nasional tidak hanya mengacu kepada kepentingan
nasional, tetapi juga harus memperhatikan kearifan lokal yang dimiliki
setiap daerah. Dalam pengembangan pendidikan, pemerintah harus memperhatikan kebutuhan dan potensi lokal
sesuai dengan daerah masing-masing. Wilayah Indonesia yang sangat luas dengan berbagai jenis
kekayaan Sumber Daya Alam (SDA), serta kegiatan ekonomi produktip yang secara
spesifik telah berkembang antara lain perikanan,
pariwisata, kerajinan, budaya dan seni
sangat cocok dan sesuai untuk dikembangkan dengan model pendidikan vokasional. Muatan pendidikan
dipilih secara spesifik, disesuaikan
dengan kebutuhan dilingkungan setempat
untuk mendukung pengolahan Sumber Daya
Alam (SDA) dan kegiatan ekonomi produktip. lokal . Kedudukan kebudayaan dalam suatu proses kurikulum
teramat penting tetapi dalam proses pengembangan seringkali para
pengembang kurikulum kurang memperhatikannya. Dalam realita proses pengembangan
kurikulum sering diwarnai oleh pengaruh pandangan para pengembang, yang fokus perhatiannya hanya terhadap perkembangan ilmu
dan teknologi.. Oleh karena, itu kedudukan yang penting dari
kebudayaan sering terabaikan dan kurang diperhatikan. Para ahli dalam
pengembangan kurikulum vokasional disamping kompetensi dibidang ilmu dan
teknologi harus dapat mengadopsi secara spesifik potensi
kearifan lokal.
c. Pendidikan Vokasional Dan
Investasi
Edward Sallis, (1993) penulis buku Total Quality Management (TQM) in
Education yang juga mendasarkan pembahasan bukunya sebagai penerapan
filosofi mutu dari Deming untuk pendidikan, menggambarkan dengan diagram sirip
ikan untuk analisis sebab dan pengaruh (causes
and effects analysis), bahwa peningkatan mutu pendidikan memiliki empat
kelompok faktor penyebab dan pengaruh, yaitu 1) kebijakan, 2) prosedur, 3) SDM, dan 4) perencanaan. Dari keempat kelompok faktor
tersebut kebijakan adalah faktor yang paling tidak mudah diubah di tengah
jalan.
Untuk peningkatan mutu pendidikan, diperlukan
kebijakan pendidikan yang dapat dikomunikasikan dengan baik, komitmen bersama
yang kuat, kepemimpinan yang terlatih dan teruji, serta yang sangat
dipentingkan adalah visi dan misi
yang jelas dan implementatif . Visi
adalah konsepsi atau antisipasi masa depan yang hidup (a vivid conception or
antisipation) sehingga memerlukan daya imajinatif yang kuat. Visi harus
kuat, jelas, dan menjadi daya pengarah (driving force) bagi keberadaan
dan keberlangsungan sistem. Rumusan visi yang demikian akan melahirkan misi
yang merupakan rumusan-rumusan tugas terhormat yang membuat semua stakeholders atau shareholders pendidikan
termotivasi untuk terlibat dan menjalankannya. Misi adalah suatu self-imposed
task, mirip-mirip dengan tugas suci.
Rumusan atau ungkapan-ungkapan misi
yang lahir dari visi yang kuat akan menjadi ungkapan yang memorable (dapat diingat/dihafalkan), komunikatif, jelas dan
tepat, menyuburkan komitmen bersama, memuat tujuan jangka panjang, mementingkan
customers dan fleksibel. Maksud
dari fleksibel adalah adaptif yaitu dapat diimplementasikan dalam kondisi
dengan aneka ragam kendala dan pendukung
Berdasarkan kajian yang telah
dipaparkan diatas, maka dilakukan
justifikasi pengembangan Visi dan Misi
pendidikan vokasional yang memberikan “ nilai
“ bagi “ investasi “ adalah
sebagai berikut :
1.
Visi Dan Misi Pendidikan Vokasional
(a)
Visi Pendidikan Vokasional, bertujuan untuk pengembangan Sumber Daya
Manusia (SDM) Indonesia yang kompetensi
dan standard ketrampilannya mengikuti kualifikasi dunia dan
mengakomodasi kompetensi kearifan lokal yang memiliki potensi ekonomi produktip
(b)
Misi Pendidikan Vokasional
1) Tidak hanya mennghasilkan skill
dan kemampuan ketrampilan spesifik untuk pekerjaan tertentu saja, tetapi harus
memberi muatan pengembangan anak didik secara
totalitas, adaptip dan pro-aktip terhadap
perkembangan ipteks.
2) Untuk dapat mendekatkan program Pendidikan
Vokasional yang relevan dan dibutuhkan
masyarakat dalam dimensi lokal dan
global, pendidikan harus selalu
menyesuaikan diri (ajust) dengan segala pembaharuan (innovations)
yang diperlukan
3) Pendidikan Vokasional di Indonesia harus merupakan “link and match” antara pendidikan, dunia kerja dan dunia industri
2. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Vokasional
(a) Kurikulum inti
Pendidikan Vokasional untuk pengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM), berisikan : (a) Materi pembelajaran untuk membentuk karakter keunggulan dengan standard
global , (b) Materi pembelajaran
untuk membentuk perilaku budaya industri
(c) Materi pembelajaran untuk dapat beradaptasi terhadap perkembangan anak
didik secara totalitas, adaptip
dan pro-aktip terhadap perkembangan
IPTEK, meliputi : (a) Matematik/IPA, (b) Bahasa Inggris moderen, Komputer, dan
ICT (c) Model pembelajaran berbasis kompetensi dalam bidang praktek dan ketrampilan
(b) Pengembangan Kurikulum Khusus sesuai dengan kompetensi yang dikembangkan dan
akan dibentuk pada masing-masing Program Studi, dengan
mengakomodasi potensi ekonomi produktip
dan kearifan lokal di lingkungan
masing-masing daerah
(c) Pendidikan Vokasional harus selalu
menyesuaikan diri (ajust) dengan segala pembaharuan (innovations)
yang diperlukan. Salah satu pendekatan dalam efisiensi penbiayaan.pendidikan
vokasional, pengembangan/perubahan kurikulum
pendidikan tanpa harus merubah ” kurikulum inti ”, tetapi cukup dengan
melakukan pembaharuan (ajust and innovations) dalam ” kurikulum khusus ” sesuai dengan tuntutan kebutuhan ” Dunia Industri ” dan ”
Pasar Kerja ” baik lokal maupun
global.
Berikut ini akan diuraikan skema “ Pendidikan Vokasional Berbasis Investasi “ yang
harus dimplementasikan dalam proses rancangan pendidikan vokasional dalam
proyeksi jangka pendek (5 tahun), jangka menengah (10 tahun) dan jangka
panjang (20 tahun), sebagai berikut :