Thursday, March 17, 2016

SEKILAS FILSAFAT ILMU SEBUAH PENGANTAR POPULER BAB 1

RINGKASAN BUKU FILSAFAT ILMU SEBUAH PENGANTAR POPULER KARYA JUJUN S. SURIASUMANTRI


BAB I
KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

Da steh ‘ich nun, ich armer Tor!
Und bin so klug  als wie zuvor.
(Nah, di sinilah aku, si goblok yang malang!
Tak lebih bijak dari sebelumnya)
Faust
1.     Ilmu dan Filsafat
Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-keduanya. Bersilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang kita belum tahu. Bersilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui dalam kesemestaan yang seakan tak terbatas ini. Demikian juga berfilsafat berarti mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang. Seberapa jauh sebenernya kebenaran yang dicari telah kita jangkau.
Apakah Filsafat?
      Seseorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Atau seorang yang berdiri di puncak tinggi, memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya. Dia ingin menyimak kehadirannya dengan kesemstaan yang ditatapnya. Karakteristik berfikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya. Dia ingin tahu kaitan ilmu dengan moral. Kaitan ilmu dengan agama. Dia ingin yakin apakah ilmu itu membawa kebahagiaan kepada dirinya.
      Kerendahhatian Sokrates ini bukanlah verbalisme yang sekedar basa-basi. Seorang yang berfikir filsafati selain tengadah ke bintang-bintang, juga membongkar tempat berpijak secara fundamental. Inilah karakteristik berfikir filsafati yang kedua yakni sifatmendasar. Dia tidak lagi percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu bisa disebut benar? Bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Apakah kriteria itu sendiri benar?  Lalu benar sendiri itu apa? Seperti sebuah lingkaran maka pertanyaan itu melingkar.  Dan menyusur sebuah lingkaran, kita harus mulai dari satu titik, yang awal dan pun sekaligus akhir. Lalu bagaimana menentukan titik awal yang benar?
      “Ah, Horatio,” desis Hamlet, “masih banyak lagi di langit di bumi, selain yang terjaring dalam filsafatmu.” Memang demikian, secara terus terang tidak mungkin kita menangguk pengetahuan secara keseluruhan, dan bahkan kita tidak yakin kepada titik awal yang menjadi jangkar pemikiran yang mendasar . dalam hal ini kita hanya berspekulatif dan inilah yang merupakan ciri filsafat yang ketiga yakni sifat spekulatif.
Filsafat: Peneratas Pengetahuan
        Filsafat, meminjam pemikiran Will Durant, dapat diibaratkan pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri ini adalah sebagai pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu. Filsafatlah yang memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan kelimuan. Setalah itu, ilmulah yang membelah gunung dan merambah hutan, menyem-purnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan. Setelah penyerahan dilakukan maka filsafat pun pergi. Dia kembali menjelajah laut lepas; berspekulasi dan meneratas. Seorang yang skeptis akan berkata; sudah lebih dari dua ribu tahun orang berfilsafat namun selangkah pun dia tidak maju. Sepintas lalu kelihatannya memang demikian, dan kesalahpahaman ini dapat segera dihilangkan, sekiranya kita sadar bahwa filsafat adalah marinir yang merupakan poinir, bukan pengetahuan yang bersifat memerinci. Filsafat menyerahkan daerah yang sudah dimenangkannya kepada ilmu pengetahuan-pengetahuan lainnya. Semua ilmu, baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial, bertolak dari pengembangannya bermula sebagai filsafat.
Bidang Telaah Filsafat
Pada tahap yang pertama adalah filsafat mempersoalkan siapakah manusia itu? Tahap ini dapat dihubungkan dengan segenap pemikiran ahli-ahli filsafat sejak zaman Yunani kuno sampai sekarang yang rupa-rupanya tak kunjung selesai mempermasalahkan makhluk yang satu ini. Kadang kurang disadari bahwa tiap ilmu, terutama ilmu-ilmu sosial, mempunyai asumsi tertentu tentang manusia yang menjadi lakon utama dalam kajian keilmuannya.
Tahap yang kedua adalah pertnayaan yang berkisar tentang ada: tentang hidup dan eksistensi manusia.
Tahap yang ketiga, skenarionya bermula pada suatu pertemuan ilmiah tingkat “tinggi”, dimana seorang ilmuan bicara panjang lebar tentang suatu penemuan ilmiah dalam risenya. Setelah berjam-jam dia berbicara maka dia pun menyeka keringatnya dan bertanya kepada hadirin: adakah kiranya yang belum jelas? Salah seorang bangkit dan seperti seorang yang pekak memasang kedua belah tangan di samping kupingnya; apa? (rupanya sejak tadi ia tak mendengar apa-apa).
Cabang-Cabang Filsafat
      Pokok pemasalahan yang dikaji dalam filsafat mencangkup tiga segi, yakni apa yang disebut benar adan apa yang disebut salah (logika), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika), serta apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang ilmu filsafat ini kemudian bertambah lagi, yakni pertama teori tentang ada; tentang hakikat keberadaan zat, tentang hakikat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum dalam metafisika; dan kedua politik; yakni kajian mengenai organisasi sosial/pemerintahan yang ideal. Kelima cabang ini kemudian berkembang lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih spesifik diantaranya filsafat ilmu.
Cabang-cabang filsafat tersebut antara lain:


1)      Epistemologi (Filsafat Pengetahuan))
2)      Etika (Filsafat Moral)
3)      Estetika (Filsafat Seni)
4)      Metafisika
5)      Politik (Filsafat Pemerintahan)
6)      Filsafat Agama
7)      Filsafat Ilmu
8)      Filsafat Pendidikan
9)      Filsafat Hukum
10)  Filsafat Matematika


Filsafat Ilmu
      Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang memiliki ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodelogis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu sosial atau ilmu-ilmu alam.
Untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya maka pertanya yang dapat diajukan adalah: apakah yang dikaji oleh pengetahuan itu (ontologi)? Bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan tersebut (epistemologi) serta untuk apa pengetahuan tersebut dipergunakan (aksiologi)? Dengan mengetahui jawaban dari tiga pertanyaan tersebut maka dengan mudah kita dapat membedakan berbagai jenis pengetahuan yang terdapat dalam khasanah kehidupan manusia.
Kerangka Pengkajian Buku
      Buku ini merupakan pengantar kepada filsafat ilmu yang ditulis secara popular. Tidak semua materi yang seharusnya tercakup dalam sebuah kajian filsafat ilmu dibahas dalam buku ini. Sengaja dipilih hanya beberapa persoalan pokok yang seharusnya diketahui pada tahap elementer. Pembahasan ini ditunjukkan kepada orang awam yang ingin mengetahui aspek kefilsafatan dari bidang keilmuan dan bukan ditujukan kepada kepada mereka yang menjadikan filsafat ilmu sebagai suatu bidang keahlian.

No comments:

Post a Comment