Thursday, March 17, 2016

SEKILAS FILSAFAT ILMU SEBUAH PENGANTAR POPULER BAB 2

RINGKASAN BUKU FILSAFAT ILMU SEBUAH PENGANTAR POPULER KARYA JUJUN S. SURIASUMANTRI


BAB II
DASAR-DASAR PENGETAHUAN

Pilatus bertanya kepadanya, “Apakah kebenaran?’ Johannes (18:38)
2.     Penalaran
Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Manusia mengembangkan pengetahuannya mengatasi kebutuhan kelangsungan hidup, namun lebih dari itu. Dia memikirkan hal-hal baru, menjelajah ufuk baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari itu. Manusia mengembangkan kebudayaan; manusia member makna pada kehidupan, manusa “memanusiakan” diri dalam hidupnya; dsb: semua itu pada hakikatnya menyimpulkan bahwa manusia itu dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi dari sekedar kelangsungan hidupnya. Inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan pengetahuannya: dan pengetahua ini jugalah yang mendorong manusia menjadi makhluk yang bersifat khas di muka bumi ini.
Hakikat Penalaran          
      Penalaran memrupakan suatu proses berfikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berfikir, merasa, bersikap dan bertindak. Penalaran merupakan kegiatan berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
      Sebagai suatu kegiatan berfikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tetentu, yaitu:
1.      Adanya suatu pola berfikir yang secara luas dapat disebut logika.
2.      Sifat analitik dari proses berfikirnya.
Perasaan merupakan suatu penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran. Kegiatan berfikir juga ada yang tidak berdasarkan penalaran umpamanya adalah intuisi. Intuisi merupakan suatu kegiatan berfikir yang nonanalitik yang tidak mendasarkan diri kepada suatu pola berfikir tertentu. Jadi secara luas dapat dikatakan bahwa cara berfikir masyarakat dapat dikategorikan kepada cara berfikir analitik yang berupa penalaran dan cara berfikir yang nonanalitik yang berupa intuisi dan perasaan.

3.     Logika
Penalaran merupakan suatu proses berfikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berfikir itu harus dilakukan sesuai cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru bisa dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, dimana logika secara luas dapat didefinisikan sebagai “pengkajian untuk berfikir secara sahih”
Induksi merupakan cara berfikir dimana ditarik kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri  dengan pernyataan yang berdifat umum.
Penalaran deduktif adalah kegiatan berfikir yang sebaliknya dari penalaran induktif. Deduksi adalah cara berfikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berfikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogsmus ini disebut premis yang dibedakan menjadi premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut.


4.     Sumber Pengetahuan
De omnibus dubitandum!
Kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu!
Baik logika deduktif maupun logika induktif, dalam proses penalarannya mempergunakan premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggapnya benar. Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri pada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan paham apa yang dikenal dengan rasionalisme. Sedangkan mereka yang mendasarkan diri kepada pengalaman mengembangkan paham yang disebut dengan empirisme.
Disamping rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan pengetahuan yang lain, yang penting untuk diketahui adalah intuisi dan wahyu. Sampai sejauh ini, pengetahuan yang didapatkan secara rasional maunpun secara empiris, kedua-duanya merupakan induk produk dari sebauh rangkaian penalaran. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Sedangkan wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang diutus-Nya sepanjang masa. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat transdental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di akhirat nanti.


5.  Kriteria Kebenaran
Matematika ialah bentuk pengetahuan yang bentuk penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren. Sistem matematika disusun di atas beberapa dasar pernytaan yang dianggap benar yakni aksioma. Dengan mempergunkan beberapa aksioma maka disusun suatu teorema. Di atas teorema maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang konsisten. Plato (427-347 S.M.) dan Aristoteles (384-322 S.M.) mengembangkan teori koherensi berdasarkan pola pemikiran yang dipergunakan Euclid dalam menyusun ilmu ukurnya.
Paham lain adalah kebenaran yang berdasarkan teori korenspondensi, dimana eksponen utamanya adalah Bertrand Russell (1827-1970). Bagi penganut teori korespondensi maka suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
Kedua teori kebenaran ini yakni teori koherensi dan teori korespondensi kedua-duanya dipergunakan dalam cara berfikir ilmiah. Penalaran teoritis yang berdasarkan logika deduktif jelas mempergunakan teori koherensi ini. Sedangakan proses pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta-fakta yang mendukung suatu pernyataan tertentu mempergunakan teori kebenaran yang lain yang disebut teori kebenaran pragmatis.
Teori pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How To Make Our Ideas Clear”. Bagi seorang pragmatism aka kebenaran suatu pernyataan diukur dengan criteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya suatu kebenaran adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.

No comments:

Post a Comment